Selasa, Maret 04, 2008

BAYANG-BAYANG MASA LALU

Saya terkejut saat tiba-tiba saja terdengar sebuah teriakan yang sangat keras. Saat itu saya langsung terbangun dari tidur saya. Jantung saya berdegup dengan kencang, keringat dingin berleleran di tubuh saya. Bukan karena teriakan tersebut yang menyebabkan saya terkejut. Bukan pula karena teriakan tersebut terdengar saat tengah malam. Namun, saya lebih terkejut karena sayalah yang berteriak.

Saya seger menuju jendela, menyibakkan gordennya dan menatap keluar. Sepertinya tidak ada yang merasa terganggu dengan teriakan saya. Gerimis sedari sore dan angin yang dingin, mungkin telah memaksa orang-orang untuk tidak keluar rumah dan lebih memilih berdiam di dalam rumah. Saya bisa melihat jalanan yang lengang dan hanya lampu-lampu beranda rumah tetangga yang masih menyala. Saya sedikit yakin dan lega karena tidak ada orang yang terganggu dengan teriakan saya barusan.

Saya kembali ke tempat tidur. Tidak tidur memang, seperti saat saya berteriak, sebenarnya saya juga tidak sedang tidur. Entah apa yang saya lamunkan, tiba-tiba saja ada dorongan untuk berteriak, dan saya pun berteriak. Saya kembali termenung di atas tempat tidur, menatap lekat-lekat langit-langit kamar, menggambar bayang-bayang masa silam. Tiba-tiba saja beberapa gambar masa silam yang saya gambar di langit-langit kamar itu berjatuhan menimpa tubuh saya, meski saya sudah berusaha untuk menghindar. Saya meringis menahan perih. Bayang-bayang masa lalu itu begitu beratnya menimpa tubuh saya.

Tanpa saya sadari, bayang-bayang masa lalu itu kemudian bergerak dan mulai mendekati saya. Sambil menahan sakit, saya berusaha untuk menjauh dari mereka. Namun, rasa sakit saya membuat gerakan saya semakin lemah. Akhirnya, bayang-bayang masa lalu itu berhasil merengkuh tubuh saya dan memeluk saya erat-erat. Saya mencoba berontak, berusaha melepaskan diri. Namun usaha saya sia-sia. Mereka terlalu kuat mencengkeram saya. Nafas saya terengah-engah dan tenaga saya semakin melemah. Akhirnya, saya pun tak berdaya dalam pelukan bayang-bayang masa lalu saya. Dan saya pun menghabiskan malam itu bersama dengan bayang-bayang masa lalu saya.

Saya sempat menyesal kenapa saya menggambar bayang-bayang masa lalu saya. Seharusnya saya tidak usah menggambarkannya tadi. Namun semua sudah terlanjur. Bayang-bayang itu kini bercerita tentang kisah-kisah saya di masa itu. Mereka berbicara, kadang dengan berteriak, kadang dengan berbisik, kadang hanya komat-kamit di telinga saya. Menjadikan telinga saya terasa gatal dan panas. Saya mencoba memejamkan mata dan berharap semuanya akan segera berakhir. Namun, saat saya membuka mata, bayang-bayang masa lalu itu masih ada. Dan telinga saya semakin terasa sakit. Akhirnya, saya pun berteriak, dengan sadar.

Saya segera bangkit dan berlari menuju jendela. Sementara bayang-bayang masa lalu menghilang entah kemana. Saya berdiri di depan jendela dan mengintip keluar. Saya benar-benar khawatir dan takut, kalau-kalau tetangga-tetangga saya mendengar teriakan saya dan merasa terganggu. Namun, kekhawatiran saya rupanya tak terbukti. Jalanan masih lengang dan rumah-rumah di sekeliling tempat saya seperti tidak merasa terusik. Hanya gerimis yang pelahan mulai menderas.

Saya masih berdiri di depan jendela dan memandang ke arah tempat tidur saya, lalu ke langit-langit kamar. Saya masih merasa enggan untuk kembali berbaring. Khawatir bayang-bayang masa lalu saya kembali datang. Saya hanya berdiri saja, meski mata saya mulai merasa mengantuk. Saya terpejam, sejenak. Sedetik kemudian, saya kembali terkejut, karena bayang-bayang masa lalu yang lain menjelma di depan saya. Rupanya ia hadir saat saya tanpa sengaja terpejam. Seperti masa lalu saya yang terdahulu, ia pun segera mendekati saya dan memeluk saya erat-erat. Saya pun berontak dan meronta-ronta. Ia mulai bercerita tentang kenangan masa lalu dan membuat saya semakin meronta. Akhirnya, saya kembali berteriak. Keras dan keras. Namun, tidak seperti bayangan masa lalu saya yang pertama. Bayangan masa lalu saya ini tetap tidak mau menghilang meski saya sudah berteriak dengan sangat keras. Ia masih berdiri di hadapan saya dan pelahan mulai mendekati saya dan hendak merengkuh tubuh saya.

Entah kenapa, saya merasa sangat takut. Saya memutuskan untuk keluar dari rumah. Namun, bayangan masa lalu saya itu terus mengikuti. Akhirnya saya berlari sambil berteriak-teriak mengusir masa lalu saya. Beberapa lampu di rumah tetangga mulai menyala, namun saya tidak perduli. Saya terus berlari menerobos hujan yang pelahan kian deras. Berlari dan terus berlari, mencoba menjauh dari bayang-bayang masa lalu saya.

Purwokerto,
04 Maret 2008

Tidak ada komentar: