Malam ini adalah malam minggu, dan gerimis turun pelahan. Seperti malam-malam sebelumnya, gerimis selalu mengawali pergantian senja menuju malam. Kadang gerimis, tak jarang hanya hujan yang deras. Bulan Maret, bulan yang seharusnya telah basah dan dingin, malah menjadi sebuah permulaan untuk suatu musim yaitu musim penghujan.
Saya agak malas sebenarnya untuk keluar dalam keadaan gerimis seperti itu. Takut sakit. Karena hujan kali ini adalah hujan permulaan. Kata orang, hujan seperti ini gampang sekali menyebabkan sakit. Ditambah lagi kondisi saya yang lagi tidak karuan beberapa hari belakangan ini. Mungkin, pergantian cuaca tidak cocok di tubuh saya. Namun, dengan sedikit terpaksa, saya keluar juga. Pergi ke warung. Tujuan saya pasti, membeli rokok. Mulut ini terasa tidak bisa ditawar-tawar lagi apabila tengah kepingin merokok. Bahkan, saya bisa menaklukkan perut saya untuk tidak makan, tapi saya selalu kalah dengan mulut saya ini yang sedang kepengin merokok.
Saya sempat menimbang-nimbang, apakah saya akan keluar atau nitip sama teman saja. Namun sayangnya, tidak ada seorangpun yang berniat keluar. Akhirnya, dengan sedikit terpaksa, saya keluar juga. Saya berjalan menyusuri gerimis di sepanjang jalan yang basah. Saya menutupi kepala saya dengan tangan kanan, khawatir terlalu banyak siraman gerimis yang membasahi kepala saya. Dengan sedikit berjalan cepat, akhirnya saya sampai di warung tujuan saya.
"Rokok, pak. Satu bungkus," kata saya kepada pemilik warung.
Sial! batin saya. Kenapa jadi satu bungkus? Padahal dari rumah, saya hanya berniat untuk membeli rokok separuh bungkus saja. Tapi entah kenapa, saya hanya diam meskipun saya menyadari bahwa saya telah melakukan sebuah kesalahan. Bahkan saya tidak sempat berpikir dua kali, apakah uang yang saya bawa akan cukup untuk membayar rokok sebungkus. Sepertinya saya juga tidak berpikir apakah saya masih punya uang untuk membeli keperluan yang lain besok hari. Saya benar-benar seperti terhipnotis. Saya tidak bisa mempertimbangkan keadaan. Saya hanya diam, bahkan ketika si pemilik warung menyodorkan satu bungkus rokok pesanan saya. Sialnya lagi, tanpa sengaja, mata saya melihat jajanan yang terpajang di etalase warung. Dan mata saya terpana pada bungkusan besar berisi keripik singkong berwarna merah dan pedas rasanya, yang merupakan jajanan favorit saya. Tiba-tiba saja, saya sudah memesannya. Dan sekali lagi, saya hanya diam, bahkan seperti tidak mencoba untuk menimbang lagi. Saya hanya berpikir pada saat ini gerimis tengah turun, sebentar lagi mungkin akan turun hujan deras dan hawanya pasti dingin. Akan sangat mengasyikkan apabila saya duduk di depan televisi atau komputer sambil sesekali menghirup rokok dan memakan jajanan kesukaan saya itu. Hmm... betapa nikmatnya hidup ini.
Akhirnya, saya pun pulang. Seperti saat saya datang ke warung, pada saat pulang, saya juga harus melewati gerimis yang pelahan rupanya telah mulai menderas. Saya berlari-lari kecil, ingin segera sampai di rumah. Seingat saya, di rumah masih ada teh celup. Dan saya bisa menghabiskan malam ini dengan sajian teh celup, rokok dan jajanan favorit saya. Saya menelan ludah membayangkan semuanya. Meski di satu sisi hati saya yang lain, saya merasa menyesal. Sesore ini saya telah menghabiskan uang lumayan banyak. Tapi, sekali lagi, saya seperti tidak perduli.
Sesampainya di rumah, saya segera pergi ke kamar mandi. Membasuh rambut dengan air sumur. Kata orang, itu untuk mencegah supaya saya tidak sakit setelah kehujanan tadi. Setelah itu, dengan bergegas saya membuat teh celup panas, lalu mulai berpikir, apakah saya akan menonton televisi atau bermain komputer? Menonton televisi di malam minggu? Biasanya tidak banyak acara yang bagus di televisi pada hari seperti ini. Atau bermain komputer? Saya bisa menghabiskan berjam-jam di depan komputer. Dari sekedar iseng main game, sampai mengedit blog ataupun chatting. Saya hanya berdiri sambil menimbang-nimbang mana yang akan saya ajak bermalam mingguan, televisi atau komputer? Mulut saya sudah terpasang sebatang rokok yang telah menyala, di tangan kanan saya memegang teh celup panas dan di tangan kiri saya ada jajanan keripik singkong kesukaan saya. Saya masih berdiri, dan gerimis telah mulai menderas disertai beberapa kali kerjapan kilat dan gelegar petir. Saya bingung. Tiba-tiba....
DUAAARRR!!!
Suara petir menggelegar menggema ke segenap penjuru, bersamaan dengan padamnya listrik. Saya sempat mendengar beberapa orang diluar dan di rumah sebelah yang berteriak kaget, terkejut karena suara petir dan karena listrik yang padam. Saya masih berdiri, namun saya sudah tidak menimbang-nimbang lagi. Karena saya tahu, kedua-duanya - televisi maupun komputer - tidak bisa saya nikmati malam ini. Akhirnya, saya menghabiskan teh celup panas, rokok dan keripik singkong sambil menunggu listrik menyala.
Purwokerto,
awal Maret yang basah, 2008
Saya agak malas sebenarnya untuk keluar dalam keadaan gerimis seperti itu. Takut sakit. Karena hujan kali ini adalah hujan permulaan. Kata orang, hujan seperti ini gampang sekali menyebabkan sakit. Ditambah lagi kondisi saya yang lagi tidak karuan beberapa hari belakangan ini. Mungkin, pergantian cuaca tidak cocok di tubuh saya. Namun, dengan sedikit terpaksa, saya keluar juga. Pergi ke warung. Tujuan saya pasti, membeli rokok. Mulut ini terasa tidak bisa ditawar-tawar lagi apabila tengah kepingin merokok. Bahkan, saya bisa menaklukkan perut saya untuk tidak makan, tapi saya selalu kalah dengan mulut saya ini yang sedang kepengin merokok.
Saya sempat menimbang-nimbang, apakah saya akan keluar atau nitip sama teman saja. Namun sayangnya, tidak ada seorangpun yang berniat keluar. Akhirnya, dengan sedikit terpaksa, saya keluar juga. Saya berjalan menyusuri gerimis di sepanjang jalan yang basah. Saya menutupi kepala saya dengan tangan kanan, khawatir terlalu banyak siraman gerimis yang membasahi kepala saya. Dengan sedikit berjalan cepat, akhirnya saya sampai di warung tujuan saya.
"Rokok, pak. Satu bungkus," kata saya kepada pemilik warung.
Sial! batin saya. Kenapa jadi satu bungkus? Padahal dari rumah, saya hanya berniat untuk membeli rokok separuh bungkus saja. Tapi entah kenapa, saya hanya diam meskipun saya menyadari bahwa saya telah melakukan sebuah kesalahan. Bahkan saya tidak sempat berpikir dua kali, apakah uang yang saya bawa akan cukup untuk membayar rokok sebungkus. Sepertinya saya juga tidak berpikir apakah saya masih punya uang untuk membeli keperluan yang lain besok hari. Saya benar-benar seperti terhipnotis. Saya tidak bisa mempertimbangkan keadaan. Saya hanya diam, bahkan ketika si pemilik warung menyodorkan satu bungkus rokok pesanan saya. Sialnya lagi, tanpa sengaja, mata saya melihat jajanan yang terpajang di etalase warung. Dan mata saya terpana pada bungkusan besar berisi keripik singkong berwarna merah dan pedas rasanya, yang merupakan jajanan favorit saya. Tiba-tiba saja, saya sudah memesannya. Dan sekali lagi, saya hanya diam, bahkan seperti tidak mencoba untuk menimbang lagi. Saya hanya berpikir pada saat ini gerimis tengah turun, sebentar lagi mungkin akan turun hujan deras dan hawanya pasti dingin. Akan sangat mengasyikkan apabila saya duduk di depan televisi atau komputer sambil sesekali menghirup rokok dan memakan jajanan kesukaan saya itu. Hmm... betapa nikmatnya hidup ini.
Akhirnya, saya pun pulang. Seperti saat saya datang ke warung, pada saat pulang, saya juga harus melewati gerimis yang pelahan rupanya telah mulai menderas. Saya berlari-lari kecil, ingin segera sampai di rumah. Seingat saya, di rumah masih ada teh celup. Dan saya bisa menghabiskan malam ini dengan sajian teh celup, rokok dan jajanan favorit saya. Saya menelan ludah membayangkan semuanya. Meski di satu sisi hati saya yang lain, saya merasa menyesal. Sesore ini saya telah menghabiskan uang lumayan banyak. Tapi, sekali lagi, saya seperti tidak perduli.
Sesampainya di rumah, saya segera pergi ke kamar mandi. Membasuh rambut dengan air sumur. Kata orang, itu untuk mencegah supaya saya tidak sakit setelah kehujanan tadi. Setelah itu, dengan bergegas saya membuat teh celup panas, lalu mulai berpikir, apakah saya akan menonton televisi atau bermain komputer? Menonton televisi di malam minggu? Biasanya tidak banyak acara yang bagus di televisi pada hari seperti ini. Atau bermain komputer? Saya bisa menghabiskan berjam-jam di depan komputer. Dari sekedar iseng main game, sampai mengedit blog ataupun chatting. Saya hanya berdiri sambil menimbang-nimbang mana yang akan saya ajak bermalam mingguan, televisi atau komputer? Mulut saya sudah terpasang sebatang rokok yang telah menyala, di tangan kanan saya memegang teh celup panas dan di tangan kiri saya ada jajanan keripik singkong kesukaan saya. Saya masih berdiri, dan gerimis telah mulai menderas disertai beberapa kali kerjapan kilat dan gelegar petir. Saya bingung. Tiba-tiba....
DUAAARRR!!!
Suara petir menggelegar menggema ke segenap penjuru, bersamaan dengan padamnya listrik. Saya sempat mendengar beberapa orang diluar dan di rumah sebelah yang berteriak kaget, terkejut karena suara petir dan karena listrik yang padam. Saya masih berdiri, namun saya sudah tidak menimbang-nimbang lagi. Karena saya tahu, kedua-duanya - televisi maupun komputer - tidak bisa saya nikmati malam ini. Akhirnya, saya menghabiskan teh celup panas, rokok dan keripik singkong sambil menunggu listrik menyala.
Purwokerto,
awal Maret yang basah, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar